Saat saya menelusuri situs sosial media saya melihat orang-orang saling menguatkan satu dengan yang lain untuk mengambil waktu lebih lagi dengan Tuhan, melakukan berbagai kegiatan kreatif dengan anak-anak, dan bahkan mengadopsi binatang peliharaan. Saya tahu kita semua bergumul dengan cara-cara yang berbeda saat ini. Itulah yang saya rasakan dalam beberapa minggu ini: sesuatu datang dan mengambil waktu terakhir saya di seminary, masa-masa akhir saya di DTS. Saat saya tertimbun di bawah tumpukan pekerjaan, saya masih dapat bersama-sama teman-teman, belajar dari profesor-profesor, dan belajar di ruang favorite saya di dalam perpustakaan – semua itu diambil dari saya. Saya merasa tidak enak untuk saat ini berakhir. Saya sudah menghitung hari untuk selesai, ya, tapi ini tidak sama. Saya mau tumpukan tekanan dan proyek-proyek ini terselesikan.īeberapa minggu yang lalu, saat mereka mengumumkan bahwa sisa kelas kami untuk semester ini akan di transisikan ke dalam bentuk online, saya menangis. Di bulan Januari, saya menghitung hari-hari sampai masa kelulusan saya. Saya menantikan akhir dari sekolah ini sudah berbulan-bulan bukan karena saya menyerah, tetapi saya sudah mau perasaan tertekan dalam sekolah dan pekerjaan. Ini adalah program yang panjang, tapi saya telah mengambil paruh waktu belajar dan paruh waktu untuk bekerja. Daripada melihat ke masa depan, saya melihat ke bawah, hanya dapat melakukan apa yang ada di depan mata saya saat ini.īulan Mei nanti saya akan menyelesaikan sarjana tingkat 2 (Master) Teologi di Dallas Theology Seminary.
Namun, musim ini penuh dengan kebingungan, ketakutan, tekanan, dan kekhawatiran. Ini seharusnya menjadi satu perayaan, semangat, dan rasa ingin melihat ke masa depan.
Ini seharusnya memberikan rasa kemenangan dan penuh harapan. Musim Semi ini seharusnya memberikan rasa seperti telah menyelesaikan satu pertandingan yang besar.